11 Hari Usus Buntu (42)
Azroil memaki maki kesal. Bukan karena
disposisi Bos yang belum turun, tapi disaat dia membutuhkan Roqib, koleganya
itu sedang tegang tegangnya nonton bola langsung di Anfield. The Reds sedang
dalam puncak penampilannya. Sedangkan ‘Atib ijin turun gunung menengok seorang
anak untuk membantunya mengerjakan PR. Dia memang pecinta anak anak. Anak anak
dapat mengurangi stres akibat pekerjaan, katanya.
Performa otak pasien menunjukan grafik
luar biasa. Batas ‘mulia’ sudah terlampaui. Mula mula standar, kemudian gairah,
disusul optimis, cinta, dan akhirnya mulia. Masih ada level keagungan, dan
makrifat. Namun jarang orang yang mencapai level itu.
Secara otomatis semuanya recorded. Dia hanya bisa menikmati grafik itu
sendirian, sehingga komentar komentarnya minus pendengar. Ini sebenarnya yang
bikin dia kesal. Kehilangan pendengar!
Puluhan kilometer di timur laut, di puncak
gunung Salak Joe berkeringat hebat. Beberapa saat lagi firewall akan berhasil
ditembus. Harus diakui, mereka hebat gumamnya. Tapi mereka harus tahu siapa
Joe. Dia adalah jebolan terbaik akademi jin Indonesia. Jikapun sekarang
karirnya mentok, itu hanya karena dia tidak punya koneksi di kalangan atas.
Soal kolusi, jin ahlinya.
Monitor menunjukan anjing hitam sedang memakan kue donat. Sedikit demi
sedikit. Bila lubang di tengah donat
telah berhasil dilalui anjing hitam, maka firewall telah berhasil ditembus.
Tinggal beberapa senti lagi. Tapi masih perlu waktu. Akhirnya dia memutuskan
untuk beristirahat. Dia pergi kekantin dan menyeruput kopi hitam. Dari kursi
kafe matanya memandang hutan gunung Salak.
Seekor harimau melintas. Masih ada harimau
jawa di gunung ini. Dalam hal pelestarian mahluk lain, perilaku manusia lebih
buruk dari bangsa jin.
Pelayan
menghampiri untuk menawarkan tambahan kopi. Tidak, terima kasih katanya.
*****
Malam
itu pukul 1 dini hari. Seruni yang sudah terlelap terjaga mendengar suara
ibunya memanggil manggil dari kamar sebelah. Bergegas seruni masuk.
“ Ada apa bu ? “ tanya Seruni dengan penuh kasih sayang.
Tangannya kemudian membelai rambut sang ibu yang mulai memutih.
“ Ibu hanya ingin dipeluk. “
Seruni mendekap erat ibunya. Dilihatnya tirai jendela
sengaja dibiarkan terbuka. Segelas air minum tinggal terisi setengahnya. Bercak
bercak lampu kota kelihatan indah di jam jam segini.
*) dari lagu
Rolling Stones, as tears go by.
**) dari buku Road to Allah karya Jalaluddin Rakhmat.