Ir. Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi: Barang Murah China

Di kota kecil tempat saya tinggal, Sukabumi, beberapa saat yang lalu berdiri toko yang menjual hampir seluruhnya barang barang (murah) dari China. Kini toko tersebut luar biasa ramai. Mungkin karena bertemunya tiga faktor sekaligus: barang barang murah dengan kualitas bagus dan dibutuhkan masyarakat. Saya kira fenomena ini juga sedang terjadi di hampir seluruh pelosok Indonesia. Tanah air kita kebanjiran produk murah made in China.

Rupanya sejarah memang selalu berulang. Fenomena banjir produk murah ini bukan terjadi kali ini saja. Melalui harian Fikiran Ra'jat tahun 1933, Bung Karno pernah mengingatkan kesadaran publik tentang adanya imperialisme baru. Beliau waktu itu prihatin dengan kondisi masyarakat Marhaen yang gandrung dengan produk murah made in Japan:

.....Memang terlihat dengan sambil-lalu sahadja Marhaen pantas membakar kemenjan untuk mengeramatkan impor dari Japan itu, - sebagai tanda terima kasih (237).

Sindirin yang teramat tajam itu disampaikan karena berkembang sikap puja puji yang berlebihan terhadap Jepang yang dianggap dewa penolong di jaman susah. Bung Besar kembali mengingatkan bahwa dulu sebelum era produk Jepang, pernah juga terjadi era Twente. Merujuk pada era membanjirnya produk produk kain berkualitas dengan harga murah dari kota Twente Belanda. Orang Indonesia yang sebelumnya mencukupi kebutuhan bahan sandangnya sendiri, tiba tiba di gelontori barang barang impor dengan kualitas lebih baik dan harga lebih murah. Akibatnya industri kain dalam negeri waktu itu banyak yang mengalami kebangkrutan. 

Inilah yang mencuatkan keprihatinan Ir. Soekarno. Beliau mengingatkan bila kelak bangsa ini begitu bergantung pada produk luar, bagaimana kalau suatu saat mereka menaikkan harga barang sementara industri kita sudah kadung babak belur. Tak salah bila beliau waktu itu bilang: ini imperialisme model baru!

Kalau memang demikian sikap Soekarno saat itu, banyak pula yang bertanya: lantas bagaimana kaum Marhaen harus bersikap? si Bung memang menyadari tidak mungkin untuk melakukan aksi boikot. Pun tidak bijaksana melarang Marhaen membeli produk Jepang. Yang ingin beliau sampaikan adalah:

.... Belilah barang mana sahadja jang lebih murah dan lebih baik, belilah barang mana sahadja yang bisa meringankan nasibmu jang maha-sengsara itu! Tetapi dalam pada itu, awas awaslah, bahwa barang barang itu adalah barangnja stelsel jang sebenarnja musuh kamu, barangnja stelsel-sjaitan jang di dalam hakekatnja tiada maksud lain melainkan mengeksploitasi tiap tiap sen jang kini masih ada di dalam kantongmu, mengeksploitasi tiap tiap tenaga jang kini masih ada di dalam bahu dan tubuhmu. awaslah awas di dalam bathin kamu, di dalam politik kamu, di dalam aksi kamu, imperialisme Twente dan imperialisme Jepang haruslah tetap mendjadi musuh kamu, harus tetap kamu persjaitankan, harus tetap kamu kutuk! (242).

Kembali ke jaman kita: siapa yang akan mengingatkan kita akan imperialisme model baru dengan membanjirnya produk buatan China. Kita hanya bisa tersenyum kecut. Rasanya tak satu pemimpin pun hari ini pernah mengingatkan kita akan bahayanya bergantung pada produk orang.  

>> Dapatkan penawaran khusus buku ' Di Bawah Bendera Revolusi ' jilid pertama cetakan ketiga 1964. Klik disini.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Paling Banyak Dibaca