11 Hari Usus Buntu (51)
Kedatangan dukun dan kata kata ‘ musuh musuh ‘ memicu
mimpi mimpi yang sarat konflik dan kejadian kejadian kritis.
Entah berada dimana sekarang, aku sungguh tak tahu. Aku
duduk lemas tak berdaya. Kulihat mata Ninok merah
menyala. Rupanya kemarahan sedang menguasainya. Tangannya terkepal, Nafasnya
memburu. Sekilas kulirik kepada siapa Ninok begitu marah.
Namun ruangan itu gelap. Yang kulihat, hanya dua bayangan orang disinari
cahaya lamat lamat dari tirai kamar. Mungkin kedua dukun itu telah bersekutu
sekarang ! Seketika Ninok menghampiri kedua orang itu. Tanpa diduga, ia
melayangkan tinjunya. Rupanya tepat mengenai hidung, sebab kudengar jeritan :
aduh, hidungku ! Namun Ninok tidak berhenti, satu lagi bayangan dicecarnya
dengan pukulan : mataku !
Rupanya keributan di kamar terdengar sampai ke luar.
Suara suara terdengar diluar, disusul suara pintu didobrak. Satu orang kelihatan mencari cari saklar. Dan
‘klik’ lampu menyala. Aku terkejut bukan alang kepalang.
Pria yang
tersungkur tadi rasanya aku kenal. Tapi masak sih ? Dia Purdy. E Chandra!
Tangannya memegang megang hidungnya yang berdarah. Yang ku tahu hidung bang
Purdy memang besar. Tapi kini kelihatan lebih besar.
Satu lagi sedang
mengaduh aduh. Belum jelas kelihatan
karena dia memegang megang matanya. Orang orang memberinya air botol untuk
dibasuhkan ke matanya. Baru kutahu dia Ming Pangarah. Matanya yang memang sipit,
kelihatan semakin sipit dengan sedikit warna biru tua di pelipisnya.
Entah apa yang menyebabkan mereka berurusan dengan Ninok.
Sementara Ninok sudah dibekap dan ‘diamankan’. Sedangkan aku aku masih terduduk
lemas tak berdaya. Dari lorong tempat orang orang membawanya, ku dengar Ninok
tertawa terbahak bahak. Puas aku, puas aku ! begitu teriaknya. Ninok sudah jadi
gila rupanya. Namun apa yang sebenarnya terjadi ?
Layang layang itu bergerak kesana kemari. Aku tertawa tawa. Ini masa
kecilku. Aku terjun bebas dari rawayan
ke sungai yang masih jernih seusai pulang sekolah. Teman teman memberikan
selamat kepadaku.
Aku pulang ke rumah melewati jalan raya, dan sebuah motor
menabrakku. Aku kembali gelap, sadar ketika yang membopong adalah bapakku. Itu
diselasar rumah sakit Cibadak. Kembali gelap. Kali ini aku yang membopong
anakku, awang ke RS. Bunut. Dia juga tertabrak motor.
Adegan
masih di Bunut. Kali ini istriku yang meregang nyawa. Dia kuantar sampai pintu
ruang operasi. Setelah itu gelap lagi.