Tulang Belulang Di Jalanan Kita

Photo di atas sudah saya samarkan. Terlalu sadis, horor, dan memilukan. Itu adalah photo korban (semoga Allah memuliakan) kecelakaan pada tanggal 23 Februari 2013 di Desa Bangbayang, Cianjur. Situs situs berita besar, Viva News, Detikcom, Kompas.com, tak ada yang memuat photo seperti itu. Mungkin karena mempertimbangkan etika publik. Pemberitaannya singkat dan kemudian hilang ditengah hiruk pikuk lain yang lebih bergemuruh. 

Tidak bagi saya, dan Musa, adik saya. Tanpa janjian sebelumnya kami berangkat pagi itu dari titik yang berbeda. Saya berangkat dari Sukabumi sekitar jam 6 pagi dengan tujuan Bandung. Pada saat yang hampir sama Musa berangkat dari Cianjur dengan tujuan Sukabumi. Hanya untuk bertemu di Desa Bangbayang, Cianjur melihat kengerian yang tiada terperi. Ini status facebook yang dia tulis saat itu :

Ya Alloh trimakasih selamatkan aq.
Perasaan Ngk enak td pagi.7.00 mau brangkat ke smi.
15 0rang meninggal.mtr.mobil,truk.

Photo di atas adalah hasil jepretan Musa yang berani turun dan keluyuran jepret sana jepret sini. Saya mana berani turun. Suasana saat itu percis film film horor racikan sutradara Hollywood. kepala terpisah dari tubuh, daging daging berserakan, darah berceceran. 

Kejadian bermula (diduga sementara) blongnya rem sebuah truk tronton (masya Allah, berapa ton itu...) yang berisi penuh muatan oli/ pelumas. Sebuah angkot didepannya 'disodok' seperti bola biliard sehingga terpental, terbalik, dan terjun bebas ke sebuah kebun. Korban korban pertama telah jatuh. Truk nahas itu masih terus meluncur sejauh kurang lebih 500 meter di jalanan yang memang curam. Apa yang ada pikiran sopirnya saat itu. Di depan sudah menunggu konvoi belasan motor karyawan pabrik komplek GSI yang sedang bergegas hendak masuk kerja. Semuanya dilibas sebelum akhirnya truk berhenti dan terbalik menabrak sebuah rumah di sisi kanan jalan. Sumber resmi menyebutkan 16 orang meninggal saat itu.

Kadangkala kita hanya peduli angka angka statistik kecelakaan. Berapa banyak nyawa melayang sia sia karena perilaku kita di jalanan. Saya teringat sebuah satire betapa ramahnya bangsa ini bila duduk di kursi  ruang depan menyambut kedatangan tamunya. Menjadi korup bila sudah duduk di kursi belakang meja kerja dan menjadi pembunuh bila duduk di kursi kemudi. 

Apakah anda pengemudi mobil atau motor, menurut saya sama sama sombongnya. Mereka sama sama menunjukkan egonya menjadi pemilik kebenaran bila meluncur di jalanan. Hukum rimba menjadi satu satunya jaminan keselamatan. Etika sudah dikubur jauh jauh. Kita menjadikan jalanan sebagai cermin buruk bangsa ini.

Tujuan kepergian saya ke Bandung Sabtu pagi itu salah satunya adalah hendak menjengguk sahabat saya Toto yang mendapat kecelakaan motor. Saat itu Toto yang tinggal di Cimahi baru saja menjenguk kami  yang punya momongan baru. Ironisnya lokasi kecelakaan Toto tidak jauh dari lokasi kecelakaan pagi ini. Karena kecelakaan tronton maut itu perjalanan bus saya delay sampai dua jam. Ditambah macetnya Bandung weekend, saya urung menjenguk Toto di St. Boromeus. Namun do'a do'a insya Allah masih terus mengalir untukmu, To. Allah masih menyayangimu.

Sungguh kecelakaan kecelakaan ini sudah tidak lucu lagi. Jangan berharap banyak dari para pemimpin dan pemerintah. Mulailah dari diri sendiri : didik anak anak kita untuk lebih santun di jalanan. Jangan membonceng tanpa helm, jangan membonceng lebih dari satu. Jangan bersumpah serapah bila mobil kita disalip tiba tiba. Dahulukan pejalan kaki yang hendak menyebrang. Sebenarnya sangat sederhana.  

Agar tak banyak lagi tulang belulang di jalanan kita.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Paling Banyak Dibaca