11 Hari Usus Buntu (78)

     Yang ditakutkan adalah kemungkinan kematian mendadak……
     “ Apakah ini berarti hampir pasti orang ini akan di Off hari ini juga? “ Roqib bertanya nyaris berteriak. Mukanya penuh dengan peluh.
     “ Belum tentu. Belum tentu! Ada berbagai kemungkinan yang mungkin akan dilalui orang itu! “ jawab Azroil tak kalah berteriak.
     “ Maksudmu? “ teriak ‘Atib nyaris tak terdengar.
     “ Ada kemungkinan Tuhan akan mengirimnya ke dimensi penentuan…” balas Azroil.
     “ Dimensi pen… apa itu? “ Roqib tergagap.
     “ Diam semua, liputan langsung penjemputan sudah masuk di layar monitor!......”
     Dalam upaya terakhirnya, Joe Righ berusaha menyelundupkan virus kedalam apapun model penjemputan yang terjadi. Ia akan menjadi semacam gangguan yang manis menggiring kepergian si pasien. Virus ini akan menggiring imajinasi pasien dalam lorong lorong dan pusaran gelap. Suara suara yang mengerikan juga telah diprogram. Setidaknya ia mengharap ketabahan pasien akan terkikis dan rasa frustrasi yang mendalam akan menderanya.
     Dia mengusap peluh yang membasahi wajahnya.
                                      *****
     Aku minta ijin untuk sebentar pamit menuju kamarku. Aku minta Seruni menemaniku.
    Kami sekarang berada di kamar. Masih terdengar sayup sayup suara musik dan ramai suara orang. Aku membuka jendela, dan berdiri dia atas balkon. Seruni mengikuti. Udara luar terasa menyegarkan. Entah dimana ini, dan di jaman apa, aku sudah tak berani menanyakan. Nikmati saja. Apalagi di sisiku ada Seruni.
     Tangan seruni melingkar di pinggangku. Lembut dan hangat. Ku belai lambutnya.
     “ Kakek punya firasat sebentar lagi kita akan berpisah, sayang “ kataku perlahan.
     “ Ngak apa apa, kek. Nikmati saja selagi kita bisa “ jawabnya. Aku mengangguk. Jadi inilah ujung perjalanan ini. Luar biasa. Berpisah diiringi kekasih tercinta. Kucium rambutnya. Inilah wangi yang kelak akan selalu kurindukan.
     Dari cakrawala kulihat dua malaikat  mengepakkan sayapnya, makin lama makin dekat. Akhirnya mereka sampai ditepi balkon. Mereka mengapung di hadapanku. Kepakan sayapnya lembut berirama. Tangannya terentang menyambutku. Senyum mengembang di bibirnya.
    Aku melirik ke wajah Seruni, meminta persetujuan. Dia mengangguk pelan. Perlahan kulepas pelukannya. Tanganku menyambut tangan malaikat. Tubuhku mulai terbang digapit dua malaikat. Tak sedetikpun pandanganku ku lepas dari Seruni. Air mata menitik tak tertahan. Seruni makin lama kelihatan makin jauh.


TAMAT
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Paling Banyak Dibaca