11 Hari Usus Buntu (24)
Asbak mengepul dipenuhi puntung puntung rokok yang masih menyala. Cangkir
kopi telah lama kosong dan dingin.
“ Tenang aja, lur.
Besok ana anter ke temen ana itu. “
Hardy masih terdiam. Sarungnya dia kerudungkan sampai ke
kepala. Duduknya menyandar pada dinding. Karpet yang menjadi alas duduk mereka
lumayan hangat, tapi sudah kotor abu rokok.
“ Jitu ngak ? “ tiba tiba Hardy bertanya.
“ Masya Allah, lur. Dia Ustadz. “
Kembali Hardy menghisap rokoknya dalam dalam. Matanya
menerawang entah kemana.
“ Saya ingin bos saya kembali
“ ujar Hardy pelan.
“ Insya Allah “
*****
Komputer itu terus berdetak, tak peduli para malikat
sedang asyik dengan urusannya masing masing. Sistem operasinya baru saja di
upgrade. Setiap tujuh bulan sekali para malaikat bagian IT selalu merilis versi
terbaru sistem operasi terutama untuk satuan malaikat Roqib ‘Atib. Keteledoran
melakukan upgrade dapat meyebabkan para hacker dapat dengan leluasa mengacak
acak terminal data terutama menyangkut pahala dan dosa. Sejauh ini aman.
Firewall yang dipasang masih cukup ampuh.
*****
Gunung Salak. Malam yang sama. Di kalangan teman temannya
dia dipanggil Joe Righ. Diantara golongan para jin, dia termasuk junior dan
hanya menempati kompartemen sempit di markas besar. Kebanyakan teman
seangkatannya akan memilih bertugas di lapangan, dengan cerita cerita seru saat
berkumpul di hari jum’at. Namun dia lebih memilih berkutat dengan monitor di
hadapannya. Dia harus mengupgrade sendiri sistem operasinya karena di kalangan
birokrasi jin anggaran untuk IT boleh dikatakan tidak ada. Semua anggaran habis
untuk petugas lapangan.
Kadang kadang dia meyesali takdirnya menjadi Jin. Jika
boleh memilih dia lebih suka menjadi manusia, atau malaikat sekalian. Namun
kebijakan atasannya untuk memperbolehkan bergabung dengan tim IT sedikit
menghiburnya.
Tiga hari yang lalu program hacknya menangkap sinyal
sinyal perlakuan khusus terhadap seorang pasien usus buntu. Dia berpeluang
membajak program simulasi mimpi para malaikat itu. Para jin harus tahu
prestasinya nanti. Joe tidak boleh lagi diremehkan. Dia adalah jenius generasi
terbaru.
Petugas sekuriti melongok dari jendela kompartemennya.
“ Masih lembur, heh ? “ sama sekali tidak sopan.
“ Masih bos “ jawab Joe acuh tak acuh.
Petugas itu berlalu sambil bersungut sungut. Pegawai
pegawai muda sekarang bukan main soknya.
Jika saja tidak ada kasus pembangkangan terhadap kehendak
Tuhan untuk bersujud dihadapan Adam, komunitas mereka tidak akan pernah
dilengserkan ke bumi seperti sekarang. Lebih parah lagi status mereka adalah
sebagai setan penggoda. Kadang kadang Joe berpikir yang namanya mahluk manusia
tidak perlu didampingi seorang setan penggoda karena pada dasarnya mereka
mempunyai kecenderungan menghancurkan diri sendiri tanpa perlu digoda.
Hidup terasa tidak adil. Dia harus menanggung dosa yang
diperbuat moyangnya. Ketika beranjak dewasa, dia hanya bercita cita menjadi
pencipta game on line dan menghabiskan hidup dengan nongkrong di depan monitor.
Namun ‘panggilan tugas’ berkata lain. Biarkan sajalah, katanya diam diam.
Manakala permenungannya mengalami deadlock, ia lebih suka duduk menyendiri di bawah sebatang pohon pinus.
Bahkan sebatang pohon pinus lebih beruntung darinya.
*) alat alat masak
orang Sunda