11 Hari Usus Buntu (63)
Memberi. Ya, memberi. Itu
hakekat hidup. Tuhan memberi. Alam memberi. Manusiapun harus memberi. Karena
tak pernah memberi, aku tak pernah menerima. Yang lebih bego lagi aku selalu
berharap menerima, padahal tak pernah memberi.
Memberi, memberi, memberi. Pikiranku berputar putar dalam
pusaran air yang kencang. Kadang turun, kadang naik diiringi suara mesin yang
menderu. Aku kini tiba tiba berada didalam mesin cuci raksasa. Tubuhku,
tepatnya otakku sedang dicuci! Kulihat kotoran demi kotoran berjatuhan dari sel
sel otak kiri dan otak kanan.
Kuintip dari balik kaca mesin cuci yang bulat, Tante
Jessy dan Haji Alih sedang berbincang riang. Oh, ini berarti mesin cuci surga!
Sayup sayup kudengar percakapan mereka.
“ Wah, amalan pak Haji mah pasti banyak. Pantes aja masuk surga “ itu Tante Jessy.
“ Masya Allah.
Tidak begitu neng. Tadi pak Haji tanya tuh
sama petugas yang berpakaian merah. Amal apa yang menyebabkan pak Haji masuk
surga. Jawabannya ternyata hanya memberi sesuatu yang bapak kira kurang
berarti. “ kata Haji Alih.
“ Lantas, memberi apa pak Haji ? “
“ Memberi maaf
kepada anakku. “ sejenak beliau terdiam “ Pak Haji ikhlas memberi maaf kepada
seorang anakku, demi kebahagiannya. Seumur umur pak Haji banyak memberikan
sodakoh, membangun mesjid, jalan, menolong orang, membebaskan utang, namun
sebuah pemberian maaf kecil membawa pak Haji kesini. “ Wajah pak Haji bersinar.
“ Apa yang terjadi dengan anak pak Haji itu ? “ Tante
Jessy penasaran. Suaranya timbul tenggelam bekejaran dengan deru mesin.
“ Sudahlah. Yang penting bapak sudah memaafkan “.
*****