11 Hari Usus Buntu (74)
Aku agak tercenung sejenak. Kemudian “ sebenarnya ngak
ada rasanya. Saya tak merasakan apapun ketika operasi. Atau mengalami atau membayangkan
apapun selama operasi “ sambil sekilas melirik Haji Endang Sadani.
“ Ooohhh “ serempak hadirin ber-oh ria. Para suster hanya
musam mesem saja.
“ Saya lanjutkan. Justru hari hari setelah operasi adalah
hari hari yang…. penuh dengan penderitaan. “ Lagi lagi mukaku tersenyum ke arah
dokter bedah, yang dibalas dengan senyuman pula.
“ Lima hari setelah operasi, saya saya benar benar puasa
total. 1 X 24 jam. Tidak minum, apalagi makan. Kehidupan saya hanya tergantung
pada seutas selang infus. Ohhh, Betapa rapuhnya sebenarnya kehidupan kita. “
suasana berubah senyap. Orang orang lebih serius mendengarkan.
“ Dan pada saat
saat itulah kita memohon mohon pertolongan Tuhan. Kita minta ini, kita minta
itu, padahal kemana saja kita ketika sehat? “ suaraku meninggi bergaung di
balairung.
“ Di saat yang sama kita meratap ratap mengapa musibah
ini harus menimpa kami. Apa dosa saya? itu tanya kita seolah olah tak punya
dosa. Betapa memalukan sebenarnya kelakuan kita ini. Tapi Tuhan masih berbaik
hati dengan menjawab : Ini bukan musibah hambaKu, ini rahmatKu juga. “
Pak pendeta mengangguk angguk.
“ Tapi lagi lagi kita berbantah. Kenapa harus saya yang
menerimanya, kenapa bukan orang lain? Akhirnya saya mendapatkan – syukurlah –
jawaban atas semua ini. Selama sebelas hari ini saya diberi penglihatan.
Alhamdulillah saya dipertemukan dengan Tante Jessy dan Haji Alih “ Kedua orang
yang disebut berdiri memberi hormat kepada para hadirin.
“ Mereka telah menunjukan kesederhanaan Tuhan. Hal hal
kecil yang dilakukan dengan tulus membawa mereka pada surgaNya. Amin “ hadirin
bertepuk tangan menghormati kedua orang tadi. Kedua orang tadi duduk kembali.
“ Hal kedua adalah keluarga. Selama sebelas hari keluarga
adalah orang paling dekat yang mendampingi – lebih tepat – melayani kita nyaris
24 jam. Mereka ikut menderita. Tapi mereka melakukannya dengan tulus, tanpa
mengeluh. Adakah lagi yang lebih indah dari pada indahnya persaudaraan yang
dibangun dengan tulus ? “ semua orang
rasanya ‘ terpukau’ dengan retorikaku.
“ Baru saya mengerti kenapa nabi kita begitu datang ke
Madinah maka hal pertama yang
dilakukannya adalah mempersaudarakan Muhajirin dan Anshor. “ Suaraku agak
bergetar. Kini nabi ku bawa bawa. Sebagian hadirin matanya mulai berkaca kaca.