11 Hari Usus Buntu episode 76

11 Hari Usus Buntu (76)


     “ Dan akhirnya kepada keluarga, istri dan anak anakku. Aku takkan berpanjang kata. Terima kasih. Terima kasih. “ aku menguat nguatkan diri. Lama terdiam.
     Bagaimanapun pidato harus ditutup. Perlahan lahan aku berkata…
     “ Dan terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada panitia yang telah bekerja keras menyelenggarakan acara jamuan ini. Nikmatilah malam ini saudaraku saudaraku. Esok hari kita harus kembali bekerja. Masyarakat membutuhkan kita. Bangsa yang besar membutuhkan lebih banyak lagi pahlawan. Hidup Indonesia! Merdeka! Merdeka! Merdeka! Wassalamua alaikum warahmatullahi wabarakatuh! “ Tiba tiba saja pengawal di belakangku menyematkan peci hitam, kaca mata hitam, pangkat warna warni di sakuku, dan menggepitkan sebuah tongkat komando di tangan kiriku. Bagai Bung Karno aku mengacung acungkan tangan terkepal setinggi tingginya. Tepuk tangan, standing applause, membahana memenuhi ruangan. Ada sekitar lima menit mereka tak beranjak.
     Masih dengan tongkat komando aku dikawal berkeliling menyalami hadirin satu persatu. Suasana riuh rendah dengan teriakan yel yel revolusi. Kertas perak warna warni ditaburkan mengikuti kemana aku melangkah. Samar samar Fredie Mercury melantunkan we are the champion. Ah, Penyerahan piala liga champion-pun masih kalah seru dengan apa yang kualami saat ini. Ku baca salah satu spanduk yang dipasang di dinding : SELAMAT DATANG KEMBALI PADUKA YANG MULIA.
                                                         *****
     Setelah selebrasi ala Bung Karno itu, yang pertama ku datangi adalah kedua orang tuaku dan kedua orang mertuaku. Kupeluk dan kucium tangan mereka. Berikutnya adalah istri dan anak anakku.
     Kemudian….. Laila dan Seruni. Kami seperti melakukan reuni kecil keluarga. Ki Mindakalangan dan Ki Cakrabuana turut bergabung. Entahlah rasanya seperti saat itu. Benar benar campur aduk.
     Musik mulai dimainkan lagi. Ternyata kini alunan degungan. Siapa yang punya ide musiknya degungan? Hidangan mulai disajikan. Pelayan berseragam hitam putih dengan dasi kupu kupu hilir mudik menghidangkan sajian jamuan.
     Pendeta advent datang ke kerumunanku dengan seorang nenek. Apa kabar saudaraku katanya. Aku merangkulnya hangat.
     “ Perkenalkan, ini nenek Angpau “ katanya riang. Aku mencium tangan nenek angpau layaknya santri mencium tangan pak kiai. “ Beliau ini ketua panitia jamuan malam ini “ tambahnya bangga. Aku semakin hormat pada nenek itu.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Paling Banyak Dibaca